GARUT, iNewsIndramayu.id - Kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Garut semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan catatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Garut, turunnya kualitas lingkungan hidup ini ditandai oleh tingginya lahan kritis yang ada, yaitu seluas 59 ribu hektare (ha).
Munculnya lahan kritis sebagian besar disebabkan oleh degradasi lahan, dimana kondisi lingkungan fisik berubah akibat kegiatan manusia ketika melakukan pengolahan lahan. Aktivitas inilah yang kemudian menyebabkan kondisi lahan menjadi rusak.
Penurunan kualitas lingkungan hidup tersebut setidaknya mencuat dalam Seminar Jurnalisme Lingkungan di Cahaya Villa Hotel, Cipanas, Garut, Rabu (31/5/2023). Pada seminar yang memiliki tema Wisata Bangkit Alam Lestari itu dibahas mengenai potensi bencana yang terjadi jika kerusakan lingkungan dibiarkan, hingga tindakan hukum apabila pengrusakan terjadi.
"Lahan kritis memang kurang lebih 59 ribu hektare. Lahan kritis ini merupakan suatu yang harus kita tindaklanjuti kedepannya melalui sejumlah tahapan, misalnya sterilisasi perijinan yang merupakan bagian dari upaya mencegah kerusakan lingkungan,">Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Garut, usai menjadi pembicara.
Menurutnya semua pihak di Garut diwajibkan mengelola lingkungan hidup tanpa batas, seperti perorangan, kelompok masyarakat, pelaku usaha, hingga pemerintah. Tanggung jawab melestarikan lingkungan, kata dia, tidak bisa diserahkan pada salah satu pihak saja.
"Lingkungan hidup milik bersama, dikelola oleh bersama. Siapapun memiliki beban tanggung jawab yang sama," ucapnya.
Ia pun menyoroti perihal pariwisata yang kerap menimbulkan efek negatif bagi lingkungan, seperti dilakukan tanpa perijinan, dibangun di lokasi terlarang karena rawan bencana, hingga wisatawan yang kerap mencemari dengan membuang sampah sembarangan.
"Ijin AMDAL (analisis dampak lingkungan) dan lainnya merupakan salah satu cara dari upaya untuk meminimalisir bencana alam karena kerusakan lingkungan. Jika melanggar kemudian tak menempuh perijinan berarti ilegal. Terkait wisatawan yang merusak dan mencemari lingkungan, harus ada kolaborasi antara LH dengan Dinas Pariwisata karena mereka juga memiliki kewenangan," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kejaksaan Negeri Garut Fiki Mardani memberi pemaparan terkait proses hukum para pihak termasuk pelaku usaha yang abai terhadap aturan. Dia menyebut pihak yang sudah diproses hukum yaitu pelaku usaha wisata di kawasan Darajat, Kecamatan Pasirwangi, kemudian proyek pembangunan bumi perkemahan yang semuanya hasil dari persidangan terbukti bersalah dan harus menjalani hukuman.
"Izin lingkungan itu, pemohon harus memiliki AMDAL, syarat izin lingkungan, ketika pejabat terkait mengeluarkan izin lingkungan tanpa AMDAL, itu tidak boleh, harus ada AMDAL dulu, baru izin lingkungan terbit," kata Fiki Mardani.
Hal yang sama diutarakan pembicara lainnya, Kasi Humas Polres Garut Ipda Susilo Adhi. Ia menyampaikan sejumlah upaya kepolisian untuk menjaga kelestarian lingkungan temasuk penindakan tegas terhadap pelaku kejahatan di kawasan objek wisata.
"Untuk Masalah keamanan kita sudah melakukan tindakan tegas, begitu juga masalah lingkungan hidup kita juga sudah bekerja sama dengan Perhutani dan lembaga lainnya," ujar Ipda Susilo Adi.
Ketua Pelaksana Seminar Jurnalisme Lingkungan Iqbal Gojali mengatakan, tujuan kegiatan itu digelar untuk meningkatkan kesadaran berbagai kalangan dalam menjaga lingkungan. Diskusi tersebut, sambungnya, dapat memberikan suatu wadah kegiatan edukasi terencana dan terukur, sesuai dengan ilmu kaidah Jurnalistik yang berorientasi terhadap kelestarian lingkungan.
"Tujuan lainnya adalah mengajak jurnalis, media massa, mahasiswa, konten kreator hingga influencer untuk berperan dalam menyebarkan paham peduli akan kelestarian lingkungan," ujar pria yang akrab disapa Igo ini mengungkapkan.
Seminar yang digagas Komunitas Wartawan Garut itu setidaknya dihadiri sejumlah kalangan, mulai dari mahasiswa hingga unsur instansi terkait. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait