INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) kabupaten Indramayu melakukan berbagai upaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur yakni kain tenun gedogan yang keberadaannya terancam punah kepada masyarakat seiring berkurangnya jumlah pengrajin.
Upaya pelestarian warisan budaya tak benda (WBTB) itu diantaranya diperagakan secara live saat sidang linstas provinsi seluruh Indonesia secara virtual, Kamis (29/9/2022).
Plt Kepala Disdikbud Kabupaten Indramayu, Hj. Iin Indrayati melalui Kabid Kebudayaan, Hj Uum Umiati mengatakan pihaknya mencoba melestarikan kain tenun gedogan yang terancam punah kepada masyarakat. Dengan pelestarian itu, diharapkan generasi penerus atau anak cucu bisa tergugah dan ikut melestarikan dengan belajar menenun secara langsung.
Uum Umiati mengaku bersyukur masih adanya pengrajin kain tenun gedogan di Kota Mangga Indramayu meski hanya tersisa 3 orang. Itupun usianya sudah sepuh salasatunya Sunarih (63) yang masih aktif menenun. Mereka tinggal di Desa Juntikebon Kecamatan Juntinyuat.
“Kalau tidak dilestarikan tentunya akan punah. Kami berupaya bagaimana caranya kain tenun gedogan terangkat kembali dan dikenal oleh anak cucu. Kami bahkan sudah berkoordinasi dengan pak Camat Juntinyuat agar masyarakat setempat diberi pelatihan cara menenun gedogan,” kata dia.
Pelestarian budaya itu sambungnya sejalan dengan tekad Bupati Nina Agustina yang berkeinginan agar budaya Indramayu dilestarikan dan diperkenalkan secara luas kepada masyarakat. Hal lainnya kata dia, kain tenun gedogan mendapat apresiasi dan perhatian khusus dari Pemprov Jabar.
“Semoga dengan tekad kuat Bupati Nina terkait pelestarian budaya dan perhatian khusus dari Pemprov Jabar kain tenun gedogan dari Indramayu kembali terangkat dan dikenal secara luas oleh masyarakat,” ucap Uum.
Sementara itu, pengrajin kain tenun gedogan, Sunari mengaku masih aktif menenun meski usianya sudah tidak muda lagi.
Pengrajin yang ada di desanya kata dia, hanya tersisa 3 orang dan usianya rata-rata sudah lanjut.
“Saya tidak menampik pesanan banyak namun tidak terkejar karena proses untuk menenun dibutuhkan waktu panjang. Untuk satu kain selendang dibutuhkan waktu 5-7 hari. Saya juga bangga Disdikbud Indramayu mencoba melestarikan kain tenun gedogan ke publik,” kata dia disela-sela menenun yang disiarkan secara live dalam sidang perwakilan dari seluruh provinsi secara vitual.
Lantas kenapa disebut alat tenun gedogan, Sunari mengatakan mungkin karena peralatannya terbuat dari kayu dan saat proses penenunan mengeluarkan suara keras maka disebutlah gedogan. (safaro)
Editor : Tomi Indra Priyanto