Angklung Sadayu: Pengamen Jalanan Indramayu yang Lestarikan Budaya Sunda
INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id – Di tengah riuh jalanan dan panas terik matahari, sekelompok pemuda asal Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, memilih cara berbeda untuk mencari nafkah sekaligus menjaga budaya. Mereka menamai kelompoknya Angklung Sadayu, sebuah grup pengamen jalanan yang konsisten menggunakan angklung sejak 2021, tak lama setelah pandemi Covid-19.
“Sejak 2021 setelah covid,” ujar salah satu pengurus Angklung Sadayu, Ahmad Nuzul, Kamis, 2 Oktober 2025.
Berbeda dengan pengamen pada umumnya yang menggunakan gitar atau alat musik modern, Angklung Sadayu justru setia membawakan lagu-lagu dengan alat musik tradisional Sunda.
“Karena ingin melestarikan tradisi dan budaya Jawa Barat agar anak muda mengetahui tradisi dan budaya angklung,” kata Nuzul.
Menurutnya, pilihan itu bukan tanpa alasan. Selain agar tampil beda, mereka juga ingin menjadikan angklung sebagai ikon hiburan jalanan yang tetap berakar pada tradisi.
“Karena kami ingin jauh lebih beda dari pengamen lainnya,” tegas Nuzul.
Menjadi pengamen angklung bukan tanpa tantangan. Hujan dan panas sering jadi teman akrab dalam perjalanan mereka. Namun, semangat menjaga budaya membuat mereka tak menyerah.
“Kami kepanasan dan keujanan tapi kami tidak putus asa untuk melestarikan budaya angklung hingga saat ini kami tetap ada,” ujar pengurus lainnya, Ahmad Farhan.
Kini, bukannya hanya sekadar mengamen, mereka justru merasa bahagia karena bisa menghibur orang banyak.
“Alhamdulillah kami mampu menghibur warga sekitar dan mampu membahagiakan anak-anak,” sambung Farhan.
Angklung Sadayu tidak hanya beraksi di Indramayu. Mereka kerap keliling ke berbagai kota seperti Karawang, Purwakarta, Subang, Sumedang, hingga Cikarang. Bahkan, mereka siap diundang untuk tampil di berbagai acara pesta.
“Kami keliling ke Karawang, Purwakarta, Subang, Sumedang, Cikarang dan wilayah Indramayu. Bisa bangett, kami siap menerima undangan segala pesta,” kata Farhan.
Soal penghasilan, mereka mengaku bisa mendapat cukup besar dari hasil ngamen.
“Kurang lebih satu jam pendapatan mencapai Rp200 ribu dan kalau sampai sore bisa sampai Rp1 juta,” jelasnya.
Meski dikenal di jalanan, harapan besar mereka bukan sekadar soal uang. Nuzul dan Farhan berharap angklung bisa lebih dikenal generasi muda lewat pendidikan formal.
“Harapannya angklung ini bisa menjadi pelajaran di sekolah agar anak muda bisa meneruskan tradisi kesenian ini,” pungkas Nuzul. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto