Sampah, Infrastruktur, hingga PDAM Jadi Catatan Merah Fraksi PDI Perjuangan Indramayu
INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id – Menjelang tutup tahun 2025, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Indramayu, Edi Fauzi, menyampaikan refleksi kritis terhadap arah pembangunan daerah di bawah kepemimpinan Bupati Lucky Hakim dan Wakil Bupati Syaefuddin. Sejumlah persoalan mendasar dinilai masih belum tertangani secara tuntas dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Refleksi tersebut disampaikan Edi Fauzi sebagai bentuk evaluasi politik akhir tahun atas jalannya pemerintahan daerah. Ia menegaskan bahwa momen akhir tahun seharusnya menjadi ruang keberanian untuk mengoreksi kebijakan yang belum menyentuh kepentingan rakyat.
"Dalam pandangan umum Fraksi PDI Perjuangan juga sering kita sampaikan di rapat paripurna, sehingga evaluasi akhir tahun ini harus menjadi momentum untuk berani bersuara, tetap kritis, mengoreksi kebijakan yang belum berpihak pada rakyat dan tentunya mendukung kebijakan yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ungkapnya kepada media, di Ruang Fraksi PDI Perjuangan, Selasa, 30 Desember 2025.
Edi menyebut, persoalan klasik masih membayangi Indramayu sepanjang 2025. Mulai dari pengelolaan sampah, infrastruktur jalan, pendidikan dan kesehatan, hingga pelayanan publik yang kerap menuai aduan masyarakat. Ia juga menyinggung persoalan banjir rob di wilayah Eretan serta berbagai masalah sosial lain yang belum tertangani secara sistematis.
Tak hanya itu, Perumdam PDAM Indramayu turut menjadi sorotan. Edi menilai, persoalan pelayanan hingga masalah hukum yang tengah diselidiki Kejaksaan Negeri Indramayu belum mendapat penanganan tegas. Padahal, Bupati Indramayu memiliki kewenangan sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM).
"12 Anggota Fraksi PDI Perjuangan sebagai mitra kritis pemerintah daerah selalu membaca persoalan secara utuh dan jujur, kebijakan bupati yang dilakukan hanya dengan kegiatan seremonial saja hanya akan berputar pada rutinitas tanpa dampak nyata bagi masyarakat, sehingga legislatif tetap berperan sebagai lembaga pengawasan eksekutif," jelasnya.
Menurut Edi, persoalan-persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan secara parsial. Dibutuhkan gerakan kolektif dan pendekatan struktural yang saling terhubung, bukan sekadar langkah insidental atau kegiatan bersifat seremonial.
"Ukuran keberhasilan pembangunan daerah tidak dilihat dari banyaknya program atau kegiatan seremonial, melainkan dari dampak langsung yang dirasakan warga," imbuhnya.
Ia menegaskan, kebijakan pemerintah hari ini akan menentukan kualitas hidup generasi Indramayu ke depan. Karena itu, aspek keberlanjutan lingkungan, inklusivitas sosial, dan daya saing jangka panjang harus menjadi landasan utama dalam setiap keputusan pembangunan.
Dalam konteks tersebut, Edi menilai anggaran daerah memegang peran strategis. APBD, kata dia, tidak boleh dipahami sekadar sebagai dokumen teknis, melainkan cermin keberpihakan politik pemerintah daerah terhadap rakyat.
Dari komposisi anggaran itulah, publik dapat menilai persoalan apa yang benar-benar dianggap penting dan siapa yang menjadi prioritas pembangunan.
"Partisipasi publik juga penting. Keterlibatan warga tidak boleh berhenti pada formalitas forum perencanaan, melainkan harus mencakup peran aktif dalam pengawasan dan evaluasi kebijakan pemerintah," tandasnya.
Edi juga menegaskan bahwa Indramayu bukan hanya milik pemerintah atau Bupati dengan tagline “INDRAMAYU REANG”, melainkan milik seluruh warganya. Setiap persoalan daerah merupakan tanggung jawab bersama, meski pemerintah tetap memegang peran kunci dalam menentukan arah kebijakan.
Ia menilai, Indramayu membutuhkan kepemimpinan yang berani keluar dari pola government as usual. Kompleksitas persoalan daerah, menurutnya, tidak bisa diselesaikan hanya dengan rutinitas birokrasi dan simbolisme kebijakan.
"Indramayu membutuhkan pemimpin yang tegas menentukan prioritas, konsisten menjalankan kebijakan, serta berani melakukan koreksi ketika kebijakan tidak berjalan efektif," tegasnya.
Menutup refleksi akhir tahun, Edi yang juga Sekretaris DPC PDI Perjuangan Indramayu menekankan bahwa kritik ini merupakan ajakan moral bagi seluruh elemen daerah: pemerintah, legislatif, dan masyarakat.
"Indramayu yang lebih baik hanya bisa lahir dari kerja bersama, bukan kerja sendiri, dengan harapan dan kepercayaan publik sebagai fondasi utama mewujudkan daerah yang benar-benar Religius, Aman, Nyaman, dan Gotong Royong," pungkasnya. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto