get app
inews
Aa Text
Read Next : Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Tinggi, Sistem Perlindungan Daerah Belum Optimal

Tanpa Timses dan No Ribet, Cara Aa Kuwu Dobrak Tradisi Politik Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:36 WIB
header img
Pengambilan formulir pendaftaran calon Kuwu Pengganti Antar Waktu (PAW) oleh Ahmad Sudibyo di Desa Jatibarang Baru. (Foto: Istimewa)

INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id – Di tengah dinamika politik desa yang kerap identik dengan tim pemenangan, embel-embel adat, serta praktik transaksional, muncul sosok pemuda yang memilih jalan berbeda. Ia dikenal dengan sapaan Aa Kuwu, pemuda berusia 30 tahun asal Desa Jatibarang Baru, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, yang membawa gagasan sunyi tentang pemurnian budaya politik desa.

Bagi Aa Kuwu, politik desa seharusnya berangkat dari kesadaran kolektif, bukan hiruk-pikuk kemenangan. Ia meyakini perubahan lahir dari keberanian melawan kebiasaan lama.

“Desa harus menjadi ruang belajar bersama, bukan arena saling mengalahkan,” ujarnya saat ditemui di sela aktivitasnya, Rabu, 31 Desember 2025.

Nama lengkapnya Ahmad Sudibyo, akrab disapa Adib sejak kecil. Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Akhmad Hadi Suryo dan Tuti Susilawati. Sang ayah dikenal sebagai guru SMA yang hafal Al-Qur’an, sementara ibunya merupakan ibu rumah tangga yang menanamkan nilai kesederhanaan dan keteguhan hidup.

Tak banyak yang mengetahui, Adib memiliki garis keturunan yang terhubung dengan sejarah panjang Nusantara, mulai dari Kesultanan Banten, Cirebon, Sumedang Larang, hingga Demak Bintoro. Gelar kebangsawanannya tercatat sebagai Raden Tubagus Ahmad Sudibyo Tjakradiningrat Al Bantani.

Meski demikian, Adib menegaskan bahwa latar belakang keluarga bukan alasan untuk merasa lebih tinggi dari masyarakat.

“Gelar dan darah tidak ada artinya jika tidak diabdikan untuk orang banyak,” tegasnya.

Inspirasi kepemimpinan juga ia peroleh dari jalur keluarga. Dari pihak ayah, ia meneladani sang kakek, RTb Untung Koesnadi Tjakradiningrat, yang pernah menjabat sebagai kepala desa di Bunder, Demak, serta merupakan keponakan dari Mas Achmad Sampura, Wakil Gubernur Jawa Barat pada masanya.

Pendidikan formal Adib ditempuh di Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, jurusan Ekonomi Syariah. Ia sempat melanjutkan studi di UIN Cirebon pada jurusan yang sama, meski tidak menuntaskan pendidikan tersebut. Menurutnya, proses belajar tidak berhenti di ruang kelas.

“Belajar itu bukan hanya di bangku kuliah. Hidup di tengah masyarakat adalah sekolah paling jujur,” ujarnya.

Selain pendidikan formal, Adib aktif mengikuti pendidikan informal melalui organisasi sosial, komunitas lintas iman, serta jejaring masyarakat akar rumput di tingkat lokal maupun nasional. Dari proses tersebut, lahir gagasan tentang pembangunan desa yang berlandaskan integritas, kesadaran, dan partisipasi warga.

Langkah berani ia ambil pada 2021, saat mencalonkan diri sebagai Kuwu Desa Jatibarang Baru tanpa tim pemenangan, tanpa curnis, tanpa cucuk, serta tanpa simbol budaya politik lokal yang selama ini dianggap lazim. Ia memilih berjalan sendiri

“Saya ingin membuktikan bahwa politik desa bisa dijalankan tanpa transaksional, tanpa hiruk-pikuk, tetapi tetap bermartabat,” katanya.

Kini, Adib tercatat sebagai bakal calon termuda dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Kuwu Desa Jatibarang Baru. Baginya, Jatibarang bukan sekadar wilayah administratif, melainkan ruang sejarah dan peradaban yang menuntut keberanian generasi muda untuk bergerak.

Seiring digelarnya prosesi pelantikan Panitia Sembilan PAW Kuwu Desa Jatibarang Baru, Adib menyampaikan apresiasi kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), aparatur pemerintah desa, serta panitia yang dipercaya mengawal proses demokrasi desa. Ia berharap seluruh tahapan berjalan secara adil dan berintegritas demi masa depan desa.

Visinya tetap konsisten sejak 2021, yakni “Desa harus menjadi kekuatan bagi setiap perkembangan bangsa dan negara.”

Sementara misinya dirangkum dalam kalimat, “Berbenar bersama, menyelaraskan berdamai, dan bersama belajar berdesa.”

Adapun motto hidupnya sederhana namun tegas: “Mari berdamai membangun desa.”

Dalam perjalanannya, Adib mengaku tak luput dari berbagai rintangan. Diremehkan, dihina, dicaci, bahkan difitnah telah menjadi bagian dari keseharian. Namun hal itu tidak menyurutkan langkahnya.

“Kalau niat kita lurus, cacian itu hanya angin lewat. Yang penting tetap berjalan,” pungkasnya.

Di luar aktivitas sosial dan gagasan politiknya, Adib menjalani kehidupan sebagai wirausaha. Ia juga konsisten mengajak warga menjaga nilai-nilai sederhana seperti tegur sapa, senyum, dan saling menghormati.

Baginya, perubahan desa bukan soal menang atau kalah dalam kontestasi, melainkan proses panjang untuk menyadarkan, mengajak, dan berjalan bersama. Pelan, namun jujur. Sunyi, tetapi bernilai. (*)

Editor : Tomi Indra Priyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut