BANDUNG - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja, mengatakan Pemda Provinsi Jabar akan terus berupaya menggempur peredaran rokok ilegal. Pemda Jabar pun berkomitmen agar pendapatan dari hasil pajak cukai tembakau terus memenuhi target.
Demikian diungkap Sekda Jabar Setiawan pada acara Radiotalk RRI Bandung, dengan tema 'Rokok Ilegal', yang dihadiri secara virtual di Ruang Kerja Sekda Jabar, Jumat (4/2/2022).
"Jawa Barat pada prinsipnya turut mendukung dan mendorong supaya bagaimana pajak khususnya dari cukai tembakau terus bisa mencapai targetnya, oleh karena itu berbagai upaya kita lakukan," ungkap Sekda Setiawan.
Termasuk penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Sekda berharap bisa dioptimalkan. Adapun DBH CHT ini sudah ada kriterianya untuk dan bisa digunakan apa saja.
Sebagai contoh dana bagi hasil bisa digunakan untuk pembinaan lingkungan sosial, peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, sosialisasi yang terkait dengan pajak cukai tembakau, lalu yang paling menarik adalah untuk kegiatan pemberantasan barang kena cukai itu sendiri.
Setiawan juga menyebut bahwa belum semua masyarakat memahami terkait cukai ini. Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat menjadi bagian yang sangat penting.
"Awareness dan edukasi harus dibangun. Bagaimana kita memberantas barang ilegal ini di antaranya harus bisa meng-encourage masyarakat, menganjurkan segera infokan ke media apabila melihat kejadian adanya peredaran barang cukai ilegal supaya kita menurunkan aparat kita untuk bisa menindak," tutur Setiawan.
Untuk itu, Pemda Provinsi Jabar melakukan upaya kolaboratif bersama dengan Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Barat. "Tanpa ada kolaborasi saya rasa tidak akan optimal untuk mengoptimalkan peningkatan pajak dari cukai ini," katanya.
Sekda lanjut menyebut, bahwa berdasarkan hasil survei Indodata bahwa sebanyak 28,12 persen perokok di Indonesia pernah mengonsumsi rokok ilegal.
Di Jawa Barat, sambung dia, sebetulnya dari tahun ke tahun persentase penggunaan rokok ilegal terus menurun. Misalnya pada tahun 2016 terdapat kurang lebih 12 persen peredaran rokok ilegal. Lalu hingga tahun 2020 kecenderungan peredarannya hanya sekira 5 persen.
"Kita terus menerus bersama dengan bea cukai, kementerian keuangan, dan juga dari aparat keamanan, bagaimana terus menekan," ucapnya.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat Yusmariza, menjelaskan bahwa cukai merupakan pungutan negara yang termasuk pada rumpun perpajakan. "Cukai adalah pungutan negara terhadap barang tertentu dengan karakteristik tertentu," kata Yusmariza.
Adapun kriteria yang dimaksud adalah barang yang konsumsinya harus dikendalikan, kemudian barang yang peredarannya perlu diawasi, kemudian pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan dan terakhir adalah barang yang dipandang perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Sehingga cukai juga dapat disebut sebagai instrumen fiskal, di mana suatu objek sebenarnya bisa juga diterapkan larangan, tapi kemudian ada instrumen fiskal.
"Seperti rokok konsumsinya perlu dikendalikan tentu ini akan menjadi pungutan negara untuk pembiayaan pembangunan nasional," katanya.
"Ada tiga jenis barang yang dikenakan cukai. Pertama adalah rokok dalam konteks hasil tembakau, minuman mengandung aethyl alcohol atau miras, kemudian aethyl alcohol atau ethanol-nya sendiri," sebut dia.
Pun tembakau pun banyak jenisnya seperti sigaret yang terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, sigaret kelembak menyan (KLM). Kemudian cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik atau esens tembakau, serta hasil olahan tembakau lainnya.
Editor : Mohamad Taufik
Artikel Terkait