iNewsIndramayu.id - Pada bulan September 2024, fenomena langit yang luar biasa akan terjadi, yaitu Supermoon atau Bulan Purnama Super, yang bertepatan dengan Gerhana Bulan Sebagian.
Gerhana bulan supremoon ini hanya bisa dilihat dari beberapa wilayah, termasuk Amerika, Eropa, Afrika, sebagian Asia Selatan, serta lautan di sekitar Atlantik, Pasifik, Arktik, dan Antartika.
Menurut laporan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), puncak fenomena Supermoon di Indonesia akan terjadi pada Rabu, 18 September 2024, tepatnya pukul 9.34 WIB.
Penampakan Bulan Purnama yang lebih besar dan terang ini akan berlangsung selama sekitar tiga hari, mulai dari Selasa malam hingga Kamis pagi.
Supermoon ini juga dikenal dengan nama Harvest Moon atau Corn Moon karena sering terjadi mendekati waktu panen di beberapa negara.
Supermoon terjadi ketika Bulan berada pada titik terdekatnya dengan Bumi, yang disebut Perigee.
Orbit Bulan tidak membentuk lingkaran sempurna, melainkan elips, sehingga ada saat-saat di mana Bulan lebih dekat ke Bumi.
Pada saat Supermoon, Bulan berada dalam fase Purnama, menjadikannya terlihat lebih besar dan lebih bercahaya dari biasanya.
Fenomena ini juga bertepatan dengan Ekuinoks, yang terjadi ketika siang dan malam memiliki durasi yang sama.
Dampak visual dari fenomena ini adalah penampakan Bulan yang lebih terang dan besar, sebuah pemandangan yang menarik bagi para pengamat langit.
Istilah "Supermoon" pertama kali dipopulerkan oleh astrolog Richard Nolle pada tahun 1979.
Ia mendefinisikannya sebagai Bulan Purnama atau Bulan Baru yang terjadi ketika Bulan berada dalam jarak 90% terdekat dari Bumi.
Namun, karena Bulan Baru tidak dapat terlihat dari Bumi, fokus pengamatan biasanya pada Bulan Purnama Supermoon, yang menjadi Bulan Purnama paling terang sepanjang tahun.
Mengutip laporan dari Space, fenomena Supermoon bukanlah sesuatu yang asing.
Ini terjadi ketika orbit Bulan mendekati Bumi, menjadikannya tampak lebih besar dari biasanya.
Orbit Bulan yang berbentuk oval atau elips menyebabkan Bulan kadang-kadang lebih dekat dan kadang-kadang lebih jauh dari Bumi dalam siklus orbit 27 harinya.
Dampak dari fenomena Supermoon, terutama di Indonesia, berkaitan erat dengan pasang maksimum air laut.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ketika Supermoon terjadi, pasang air laut akan mencapai titik maksimum, sehingga masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi banjir rob atau kenaikan air laut yang signifikan.
Meski Supermoon dan Gerhana Bulan Sebagian terjadi pada hari yang sama, perbedaan lokasi pengamatan menyebabkan tidak semua wilayah bisa menyaksikan kedua fenomena ini secara bersamaan.
Fenomena gerhana bulan akan lebih mudah diamati di wilayah-wilayah tertentu, sementara di Indonesia hanya fenomena Supermoon yang dapat dilihat.
Bulan Purnama pada bulan September sering dikenal sebagai Harvest Moon karena waktu kemunculannya yang berdekatan dengan musim panen di beberapa wilayah di belahan Bumi utara.
Bulan ini juga disebut Corn Moon, mengacu pada panen jagung di Amerika Serikat. Supermoon pada bulan ini akan menjadi momen langka bagi para pengamat bintang yang dapat menyaksikannya dari berbagai lokasi di seluruh dunia.
Sayangnya, meskipun gerhana bulan tersebut berlangsung, pengamat dari Indonesia tidak akan dapat menyaksikannya.***
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait