BANDUNG - Sempat terseok-seok akibat pandemi Covid-19, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung kini merangkak naik mendekati angka normal. Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bandung, total kenaikan realisasi PAD pada Januari 2022 terhadap realisasi Januari 2021 mencapai 159 persen.
Kemudian, di bulan Februari 2022 total kenaikannya terhadap realisasi Februari 2021 mencapai 144 persen. Kemudian realisasi di Maret 2022 total kenaikannya terhadap realisasi Maret 2021 menyentuh capaian sebesar 121 persen.
Kepala Bapenda Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain memaparkan bagaimana pandemi sempat membuat anjlok PAD Kota Bandung, salah satunya pada sektor pajak hotel.
"Tahun 2019 di bulan Januari, pendapatan dari pajak hotel mencapai Rp 35,9 miliar. Tahun 2020 menurun sebesar Rp 35,2 miliar. Dan Tahun 2021, dikarenakan Desember masih dalam PPKM sehingga masih banyak tempat wisata yg tutup dan kegiatan MICE masih dibatasi, sehingga tidak ada perayaan pergantian tahun, sehingga pendapatan dari pajak hotel turun jadi Rp 12,6 miliar," jelas Iskandar.
Ia melanjutkan, begitu masuk 2022 di mana keadaan pandemi sudah mulai melandai, meski memang belum terlalu longgar, pendapatan pajak hotel bisa menyentuh angka Rp 34,8 miliar. Angka ini hampir sama dengan pendapatan normal sebelum pandemi. Kondisi pendapatan yang terjun bebas ini juga sangat dirasakan saat memasuki Idul Fitri.
"Juni 2020 saat Lebaran, pajak hotel hanya mencapai Rp 1,6 miliar, padahal pada tahun sebelumnya Rp 18,2 miliar, dikarenakan pada saat itu kasus COVID-19 sedang melonjak tinggi. Tahun 2021 ada sedikit pelonggaran, meskipun masih ada varian omicron, realisasi dari pajak hotel bisa mencapai Rp 12,4 miliar," ungkapnya.
Namun, ia optimistis jika tahun ini pendapatan pajak bisa naik juga seperti bulan-bulan sebelumnya. "Mei sekarang belum ada laporannya. Tapi prediksi kita akan lebih tinggi, yang pasti di atas dari 2021. Harapan kita bisa mendekati kondisi normal," imbuhnya.
Selain itu, Iskandar juga menyampaikan, untuk capaian pendapatan pajak di Kota Bandung tertinggi berasal dari pajak Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Di tahun 2021 saja pendapatannya bisa berada di atas tahun-tahun sebelumnya, mencapai Rp 543,9 miliar.
Lalu, kedua terbesar ada pada pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 509 miliar. Kemudian ketiga tertinggi berasal dari pajak restoran, realisasinya mencapai Rp 208,6 miliar.
"Lalu ada pajak penerangan jalan yang mencapai Rp 192,2 miliar. Kemudian pajak hotel mencapai Rp 163,9 miliar di tahun 2021," rincinya.
Setelah itu baru menyusul pajak-pajak lainnya, seperti pajak air tanah, pajak parkir, pajak reklame, dan pajak hiburan. Meski telah merangkak naik, tapi Iskandar mengakui jika masih ada kendala pada prosesnya karena regulasi relaksasi pada komersil.
"Beberapa relaksasi juga mengurangi pendapatan pajak. Untuk yang PBB pengurangannya bisa sampai ratusan miliar. Lalu, di akhir tahun juga ada pengurangan 15 persen untuk yang komersil. Ya, saat pandemi ini kan kita juga tidak boleh terlalu memberatkan masyarakat ya," tuturnya.
Namun, untuk tetap mengoptimalkan pendapatan, Iskandar dan timnya mengambil beberapa langkah kebijakan, salah satunya dengan menyediakan pelayanan QRIS untuk pembayaran PBB. Ia mengaku, dengan adanya QRIS ini jadi bisa lebih memudahkan masyarakat dalam membayar bayar pajak.
"Kita memudahkan masyarakat untuk membayar, sekarang pembayaran PBB sudah bisa menggunakan QRIS. Lalu, dengan diterbitkannya perwal baru terkait pajak reklame, bisa menaikkan target capaian pendapatan dari pajak reklame juga di tahun ini," harapnya.
Editor : Mohamad Taufik