
INDRAMAYU,iNEWS.ID – Idul Adha merupakan momentum ibadah yang sangat dianjurkan, salah satunya melalui penyembelihan hewan kurban.
Para ulama pun telah merumuskan berbagai ketentuan, mulai dari waktu penyembelihan, jenis hewan, hingga pembagian daging kurban.
Merujuk pada laman NU Jatim, salah satu pembahasan penting adalah soal kurban kambing, yang menurut kesepakatan ulama hanya sah untuk satu orang saja.
Dalil kuat mengenai hal ini di antaranya adalah hadits Rasulullah SAW saat menyembelih hewan kurban. Dalam doanya, beliau bersabda:
اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَعَنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
Artinya: Tuhanku, terimalah kurbanku ini untukku dan umatku.
Hadits ini dijadikan landasan bahwa meski secara fisik hewan kurban hanya untuk satu orang, Rasulullah SAW tetap menyertakan umatnya dalam pahala.
Hal ini dipahami sebagai bentuk kepedulian beliau terhadap umatnya, bukan berarti kurban tersebut secara hukum dibagikan kepada banyak orang.
Menurut Sulaiman Al-Bujairimi, tidak ada kontradiksi antara pernyataan bahwa kambing hanya sah untuk satu orang dengan pernyataan bahwa pahalanya bisa dibagi.
Ia menjelaskan bahwa frasa "untuk satu orang" merujuk pada hakikat kurban itu sendiri, sementara pembagian pahala kepada orang lain tidak mempengaruhi keabsahan kurban.
“Sedangkan perihal pahala dan kurban secara hakiki bagaimanapun itu khusus hanya untuk mereka yang berkurban,” terangnya.
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab menyebutkan, “Seekor kambing kurban memadai untuk satu orang, dan tidak memadai untuk lebih dari satu orang.
Tetapi kalau salah seorang dari anggota keluarga berkurban dengan satu ekor, maka memadailah syiar Islam di keluarga tersebut.
Ibadah kurban dalam sebuah keluarga itu sunah kifayah.”
Dalam pandangan Mazhab Maliki yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, para ulama sepakat menolak persekutuan dalam kurban kambing karena tidak adanya dalil syar’i yang membolehkan.
“Karena memang pada dasarnya ibadah kurban seseorang itu hanya memadai untuk satu orang,” ujarnya.
Ibnu Hajar pun mengulas lebih jauh, bahwa meskipun kurban hanya untuk satu orang, pahala dari kurban itu bisa disertakan kepada orang lain, termasuk kepada mereka yang sudah wafat, sebagaimana qiyas sedekah untuk mayit.
“Ini jelas, meskipun orang yang disertakan itu sudah wafat,” tulisnya dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj.
Kesimpulannya, para ulama sepakat bahwa kurban satu ekor kambing hanya sah untuk satu orang.
Namun, pahalanya tetap bisa dibagi dan disertakan kepada orang lain, termasuk keluarga.
Inilah yang menjelaskan pentingnya memahami hadits secara kontekstual dan mendalam, karena tidak semua bisa dipahami secara tekstual semata.
Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa ada dua aspek dalam ibadah kurban: aspek hukum dan aspek pahala.
Aspek hukum terkait siapa yang sah berkurban, sementara aspek pahala berkaitan dengan siapa saja yang bisa ikut menikmati ganjaran dari ibadah tersebut.***
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait