Indramayu,
Ratusan nelayan pantura yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) menggelar aksi demo di depan Gedung DPRD Kabupaten Indramayu, Kamis (9/6/2022). Aksi unjuk rasa nelayan pantura se-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta Utara, dan Organisasi Paguyuban Nelayan Seluruh Pantura ini memprotes rencana penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Sebelum menggelar aksi demo, mereka menggelar aksi keprihatinan konvoi motor dimulai dari titik kumpul di area PPI Karangsong, Jl Paoman melewati Pendopo Indramayu hingga Gedung DPRD di Jln Jend. Sudirman.
Koordinator Aksi, Kajidin dalam orasinya menegaskan penerapan PP tersebut memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap. Di sisi lain, mahalnya harga solar dinilai para nelayan turut mematikan usaha mereka. Sementara itu, harga solar yang mencapai Rp16.900 tidak sebanding dengan harga ikan yang anjlok, yakni hanya dihargai dengan harga rata-rata di kisaran Rp15 ribu per kilogram.
"Kami ingin menyampaikan aspirasi ke DPRD Indramayu, agar surat pernyataan yang dibuat bisa disampaikan ke Presiden Jokowi," tegasnya.
Mereka merasa kecewa karena aksi mereka sama sekali tidak ditemui oleh satu pun anggota DPRD Kabupaten Indramayu, karena tidak ada di kantor.
"Sekali lagi saya menyampaikan kami merasa kecewa, padahal aksi hari ini bukan untuk menuntut dewan atau mendemo dewan tapi hari ini tidak ada dewan yang berada di kantor satu pun," tandasnya.
Meski begitu, nelayan sesuai dengan kesepakatan awal akan melakukan aksi unjuk rasa di istana negara. Kesepatan tersebut sebelumnya sudah dibuat para nelayan ketika menggelar pertemuan di Tegal, Jateng pada 1 Juni 2022 lalu sebagai bentuk protes apabila aspirasi mereka tidak ditangapi oleh pemerintah.
"Kebijakan ini bagi kami selaku pelaku usaha itu sangat memberatkan. Belum lagi ditambah sanksi-sanksi administrasi denda dan sebagainya," ungkap Robani Hendra Permana, salah satu pemilik kapal nelayan di Indramayu. Selain itu harga BBM jenis solar di industri perikanan juga terus mengalami kenaikan. Saat ini harga BBM untuk kebutuhan berlayar Rp 16.900 per liter.
Dalam aksi tersebut, mereka menyampaikan 7 tuntutan, yakni 1. Mohon revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021. Meliputi indeks tarif PNBP pasca-produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen serta kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1.000 GT adalah 3 persen, menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, dan agar melakukan penurunan tarif tambat labuh.
2. Meminta alokasi izin penangkapan 2 WPP yang berdampingan, 3. Mengusulkan adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp9 ribu per liter, 4. Meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal 30 GT dan pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT.
5. Merevisi sanksi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP), 6. Pemerintah lebih mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakan hukum kapal perikanan dan 7. Meminta pemerintah agar mengakomodir kapal-kapal eks cantrang untuk dialokasikan izinnya menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah dalam proses perizinan.
Aksi unjuk rasa nelayan pantura se-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta Utara, dan Organisasi Paguyuban Nelayan Seluruh Pantura itu merupakan tindaklanjut dari aksi serupa pada Jumat 3 Juni 2022. Saat itu mereka menggelar aksi damai di kawasan Sentra Perikanan Karangsong Indramayu. (safaro)
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait