GARUT, iNewsIndramayu.id - Garut Governance Watch (G2W) mendesak agar instansi terkait merespons laporan warga soal pungli dalam seleksi perangkat desa di Kecamatan Cilawu. Ketua G2W Agus Sugandhi menilai praktik meminta uang sebagai alasan meluluskan peserta tes sebagai bentuk dari suap.
"Itu suap namanya. Harus dikejar persoalan ini sampai sejauh mana, jangan sampai berkembang ke daerah lain," kata Agus Sugandhi, saat dihubungi Rabu (7/6/2023).
Ia menyayangkan adanya informasi yang menyebutkan bahwa pelaporan terkait masalah tersebut di tingkat Muspika Cilawu seakan diabaikan. Agus Sugandhi mendesak agar warga melaporkan persoalan dugaan pungli itu kepada tingkat yang lebih tinggi.
"Sangat bisa sekali masalah ini dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya ke Kejaksaan Negeri Garut atau Polres Garut misalnya. Laporkan saja jika memang memiliki bukti," ujarnya.
Pegiat anti korupsi itu pun meminta persoalan pungli tersebut dituntaskan karena diduga melibatkan oknum ASN. Menurutnya, kasus suap dalam seleksi perangkat desa ini sangat mudah untuk ditangani.
"Bukti chat WA ada, lalu diminta transfer berarti ada nomor rekening. Siapa saja yang sudah transfer kemudian lulus ada, lalu apalagi sebetulnya. Persoalan seperti ini harus dituntaskan, terlebih menyebut-nyebut oknum birokrat," ucapnya.
Sebelumnya, aksi pungutan liar dalam seleksi perangkat desa di Kecamatan Cilawu mendapat keluhkan dari warga. Pungutan terjadi setelah beberapa peserta tes diminta untuk mentransfer uang sebanyak Rp10 juta jika ingin lolos sebagai perangkat desa.
Seorang peserta tes yang enggan diungkap identitasnya menuturkan, permintaan uang sebagai syarat lolos seleksi perangkat desa itu datang melalui pesan singkat WhatsApp. Menurutnya, pesan tersebut bukan hanya diterima olehnya saja, melainkan juga beberapa peserta tes lain.
"Saya dan beberapa peserta tes lainnya mendapatkan pesan yang sama melalui WhatsApp dari seorang berinisial AH, yang mengaku sebagai Kasi Pelayanan di Kantor Kecamatan Cilawu. Ia meminta kami menyetorkan uang sebesar Rp10 juta jika ingin lolos jadi perangkat desa," tuturnya.
Ia pun terpaksa tidak menuruti pesan tersebut karena tak memiliki uang yang diminta. Hingga pada akhirnya, ia dan beberapa peserta tes yang tidak menyetor uang dinyatakan tidak lolos dalam pengumuman seleksi perangkat desa.
"Kenapa saya bisa berargumen begini, karena saya memiliki data salah satu peserta seleksi yang menyetorkan uang dan dia dinyatakan lolos seleksi. Pesan singkat yang berisi permintaan menyetorkan uang saya simpan sebagai bukti," ujarnya.
Menanggapi dugaan pungli dalam seleksi perangkat desa, Camat Cilawu Anas Aulia Malik mengakui pihaknya telah menerima informasi tersebut. Anas bahkan sudah mengklarifikasi persoalan tersebut kepada orang yang disebut-sebut meminta uang pada peserta seleksi perangkat desa.
"Beberapa waktu lalu saya telah menerima informasi tersebut dan saat itu juga langsung saya klarifikasi. Saya rasa hal itu tidak mungkin karena melihat yang bersangkutan tiap harinya ada di kantor," kata Anas.
Sanggahan serupa disampaikan Sekretaris DPMD Garut Erwin. Dia bahkan menegaskan bahwa dalam pelaksanaan seleksi dilarang ada pungutan apapun terhadap peserta.
"Memang benar ada seleksi perangkat desa yang dilaksanakan di wilayah Kecamatan Cilawu. Namun saya pastikan bahwa tidak ada pungutan uang apa pun di seleksi itu, untuk apa?" kata Erwin.
Erwin pun membenarkan ihwal adanya seorang staf DPMD berinisial E dalam kepanitiaan pelaksanaan seleksi perangkat desa. Meski begitu, ia menyatakan bahwa kepanitiaan di seleksi itu lebih dominan dari pihak desa. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto