Indramayu - Kebutuhan kedelai untuk produksi tahu dan tempe di Kabupaten Indramayu mencapai 700 ton per bulan. Dari 700 ton itu, sekira 500 ton disuplai oleh Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) kabupaten setempat. Sisanya dilayani non Primkopti.
Ketua Pergantian Antar Waktu (PAW) Primkopti Indramayu, H. Moch Zain Hasan mengatakan kebutuhan kedelai di Kota Mangga sangat besar mencapai 700 ton per bulan. Dan itu merupakan peluang bagi petani kedelai local. Hanya saja kata dia, hasil produksi petani local yang masuk ke Primkopti masih nol persen dan kebutuhan kedelai itu masih bergantung dari kedelai impor dengan harga Rp.10.000 per kilogram (kg).
“Kami siap menerima kedelai local hasil panen dari petani. Sejauh ini tidak ada hasil panen kedelai yang masuk atau ditawarkan ke Primkopti,” kata dia usai RAT Primkopti Indramayu Tahun Buku 2021 di Aula Primkopti setempat, Sabtu (28/01/2022).
Ia tidak menampik di wilayah Gantar ada petani yang menanam kedelai namun skala kecil dan hasilnya pun banyak di jual langsung ke pengrajin baik di Kabupaten Indramayu mapun Sumedang.
Menurutnya, pengrajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Primkopti sejauh ini tetap mengandalkan kedelai impor dari Amerika dengan distributor PT Gerbang Cahaya Utama (GCU).
“Kebutuhan kedelai di Indramayu 700 ton per bulan. Dari 700 ton itu Primkopti mampu melayani 80 persen sekira 500 ton per bulan. Sisanya dilayani non Primkopti,” sebutnya.
Zain Hasan menambahkan, ditengah lesunya minat petani local untuk menanam kedelai, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM RI mendorong adanya bahan alternative pembuat tahu dan tempe selain kedelai yakni budi daya kacang koro pedang di Kabupaten Sumedang Jabar dengan luas 100 hektare. “Bahan alternative itu tujuannya untuk mengurangi impor kedelai,” tambahnya.
Menurutnya, mendukung program pemerintah tersebut, pihaknya akan mencoba hasil produksi kacang koro. Hanya saja, para pengrajin tahu dan tempe yang ada di Primkopti Indramayu belum terdidik program tersebut dan berdalih selama masih ada kedelai meski harga mahal akan tetap memakai kedelai. Alasannya selain karena pengolahannya beda, cara rebusnya dua kali lipat, juga rasa dan daya tahan simpan juga beda. Kalau tempe/tahu berbahan kedelai bisa tiga hari, berbahan kacang Koro hanya dua hari.
“Harga kedelai Rp.10.000 per kg sampai pengrajin. Koro harganya lebih murah sekitar Rp.7.000 an hanya belum terbiasa. Kami mempersilahkan jika ke depan dengan hasil panen di Sumedang pengrajin tahu dan tempe menggunakan itu kacang Koro,” timpal Zain Hasan. (safaro)
Editor : Tomi Indra Priyanto