iNewsIndramayu.id - Tupperware, perusahaan asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai produsen wadah makanan kedap udara, resmi mengajukan kebangkrutan Chapter 11 pada Selasa, 17 September 2024.
Langkah ini diambil setelah beberapa bulan sebelumnya, tepatnya Agustus 2024, perusahaan mulai meragukan kelangsungan bisnisnya.
Kebangkrutan ini menandai fase kritis bagi Tupperware yang selama beberapa dekade menikmati popularitas tinggi, terutama di kalangan ibu rumah tangga.
Namun, pasca-pandemi Covid-19, perusahaan tersebut mengalami penurunan drastis dalam penjualan.
Salah satu faktor utama di balik kejatuhan Tupperware adalah berkurangnya permintaan pasar terhadap produk mereka, meskipun penjualan sempat melonjak selama pandemi.
Penurunan ini diperparah oleh meningkatnya biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku seperti resin plastik setelah pandemi.
Kepala Eksekutif Tupperware, Laurie Goldman, mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi makro yang sulit turut memperburuk situasi keuangan perusahaan.
Di tahun 2024, Tupperware bahkan terpaksa menutup satu-satunya pabriknya di South Carolina, AS, yang menyebabkan 148 karyawan harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selain itu, harga saham perusahaan juga anjlok tajam hingga 74,5 persen sepanjang tahun tersebut, dengan nilai terakhir saham hanya mencapai 51 sen.
Tupperware sendiri memiliki sejarah panjang. Perusahaan ini didirikan pada 1946 oleh Earl Tupper, seorang ahli kimia dari Massachusetts.
Produk pertama mereka, wadah plastik kedap udara, dirancang untuk membantu mengurangi limbah makanan dan menghemat pengeluaran rumah tangga, terutama di masa-masa sulit pasca-Perang Dunia II.
Salah satu terobosan Tupperware dalam memasarkan produknya adalah konsep penjualan "home party," di mana ibu rumah tangga diundang untuk berkumpul dan membeli produk.
Strategi ini diinisiasi oleh Brownie Wise, yang kemudian diangkat sebagai Wakil Presiden Pemasaran pada 1950-an.
Meski akhirnya Wise dipecat pada 1958, konsep "Tupperware party" tetap menjadi bagian penting dari kesuksesan perusahaan.
Pada April 2023, tanda-tanda kebangkrutan sudah mulai terlihat ketika Tupperware mengungkapkan kesulitan untuk mendanai operasionalnya tanpa tambahan modal.
Meskipun perusahaan telah berupaya keras selama bertahun-tahun untuk membalikkan keadaan, kerugian terus terjadi hingga akhirnya perusahaan harus mengajukan kebangkrutan di tahun 2024.
Tupperware pernah menjadi ikon di hampir 100 negara, dengan Indonesia menjadi salah satu pasar terbesarnya.
Namun, tantangan ekonomi global dan perubahan perilaku konsumen tampaknya menjadi pukulan berat yang tak dapat lagi dihindari oleh raksasa kontainer makanan ini.***
Editor : Tomi Indra Priyanto