Indramayu,
Tanaman Pertanian dirusak, ratusan petani penggarap yang menjadi korban pengrusakan di lahan tebu yang disengketakan di perbatasan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat menolak berdialog dengan kuasa hukum tergugat. Mereka ingin berdialog langsung dengan terduga pengrusakan sebanyak 7 orang dan 3 orang diantaranya adalah seorang Kuwu/Kepala Desa di Kecamatan Cikedung, Tukdana dan Bangodua Kabupaten Indramayu.
Penolakan itu disampaikan korban pengrusakan yang menghadiri sidang mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Indramayu Kelas 1.B, Selasa (17/5/2021).
Kuasa Hukum Petani Penggarap, Deden Muhamad Surya, SH, M.Hum, Dimas Bandi Sofyan Lubis, SH, MH dan Sofyan Pramudya membenarkan para petani penggarap yang hadir pada sidang mediasi menolak berdialog dengan kuasa hukum tergugat. Mereka beralasan karena mediasi itu hubungannya antara prinsipal dan prinsipal (perorangan) dan tidak dapat diwakilkan. Mereka ingin berdialog secara langsung.
“Jadi karena pihak tergugat atau orang yang melakukan pengrusakan tidak hadir maka pihak penggugat (korban pengrusakan) yang hadir pada sidang mediasi menolak berdialog dengan kuasa hukumnya. Mereka ingin berdialog secara langsung. Intinya, pihak tergugat datang menemui pihak penggugat. Toh mereka masih satu rumpun antara masyarakat dan Kuwu atau antara sesama warga dalam satu desa atau satu kecamatan,” kata Deden usai sidang mediasi di PN Indramayu Kelas 1.B.
Karena terjadi penolakan maka sidang diundur dan untuk sidang kedua diagendakan pada Selasa tanggal 24 Mei 2022 dengan agenda yang sama yakni mediasi.
Disebutkan, petani penggarap sudah menanam sejak tahun 2015. Sementara pengrusakan terjadi pada kisaran Oktober 2021. Saat itu tujuh terduga pelaku melakukan pengrusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara alasan pengrusakan hingga saat ini belum diketahui sehingga korban melakukan gugatan.
“Kita tidak berbicara alasan, kita berbicara lahan siapa yang dirusak. Kita tidak dapat mengatakan itu lahan HGU, karena kita belum melihat HGU dari pihak perusahaan tebu atau dari siapapun. Untuk alasan pengrusakan itu kita tunggu saja pada fakta persidangan nanti,” sebutnya.
Deden juga mengatakan berdasarkan informasi yang diterimanya, setelah tanaman di rusak lahan tersebut kemudian ditanami tebu.
Adapun jenis tanaman yang dirusak meliputi tanaman padi, sayur-sayuran dan tanaman keras lainnya seperti mangga, jeruk, durian dan lainnya.
Karena tanamannya dirusak sambungnya, maka pera petani penggarap melakukan gugatan terhadap tujuh orang tersebut.
“Tergugat pertama Agus Nur Ahmad Kuwu Desa Amis Kecamatan Cikedung, tergugat kedua, Kasnita Kuwu Desa Mulyasari Kecamatan Bangodua, tergugat ketiga, Husni Tambrin Kuwu Desa Sukamulya Kecamatan Tukdana, dan 4 orang warga lainnya sebagai tergugat keempat hingga tergugat ketujuh yaitu Tarwadi, Ahmad Zaki Mubarok, Joni dan Ato Sunarto," kata Deden diamini kuasa hukum lainnya.
Deden menambahkan, jumlah petani penggarap di lahan tersebut mencapai ribuan. Dan pihaknya belum mengetahui apa semua petani penggarap menjadi korban pengrusakan atau tidak. Intinya, dari jumlah tersebut baru ada 142 penggugat. Dan menurutnya, karena jumlahnya ribuan maka dimungkinkan akan ada gugatan kedua dan seterusnya.
“Imbas pengrusakan itu ratusan petani penggarap mengalami kerugian hingga Rp4 miliar,” tambahnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum tergugat, DR. H. Halimi, SH, MH, CTA mengungkapkan bahwa gugatan tersebut tidak relevan karena lahan yang digarap petani merupakan milik PG Rajawali.
"Kalau mereka menuntut tanaman-tanaman yang sudah ditanam, itu harus di lahan hak mereka serta sudah memiliki legalitas sah, ternyata itukan di lahan PG Rajawali," ungkapnya.
Menurut Halimi, gugatan semestinya harus mengait ke PG Rajawali karena titik sambungnya ada disitu sebagai pemegang hak.
"Kalau soal perusakan itu nanti kita lihat pembuktiannya pada persidangan, siapa dan di lahan siapa terjadi perbuatan perusakan itu," ujarnya. (safaro)
Editor : Tomi Indra Priyanto