Hukum Mengucapkan Selamat Natal bagi Seorang Muslim

INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id – Hukum mengucapkan Selamat Natal bagi mereka-mereka yang beragama Islam atau seorang Muslim, hingga detik ini masihlah menjadi kebingungan atau bahkan kontroversi.
Hal ini dikarenakan masih banyak umat muslim yang hingga detik ini masih suka dilema sendiri setiap kali Hari Natal tiba.
Spesifiknya dilema tersebut adalah keinginan untuk mengucapkan selamat hari Natal ke rekan umat Nasrani yang merayakan. “Boleh apa tidak sih kita mengucapkan Natal ke rekan Nasrani kita?”
Sayangnya jawaban dari pertanyaan tersebut juga tidak 100% mutlak,
Pasalnya ulama-ulama di Indonesia sendiri juga memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Dengan kata lain, ada yang mengatakan boleh-boleh saja, namun ada juga yang jelas-jelas mengatakan tidak boleh sama sekali.
Beberapa ulama yang mengatakan bahwa tidak apa-apa jika kita mengucapkan selamat Natal adalah Husein Ja’far Al Haddar, Ustadz Quraish Shihab, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Salah satu alasan yang dijadikan pedoman Husein dalam menyatakan pernyataannya tersebut adalah surat Mayam ayat 33 yang pada intinya, surat ini berisikan pemberian ucapan keselamatan atas kelahiran Nabi Isa A.S.
Yang mana surat tersebut berbunyi sebagai berikut:
was-salâmu 'alayya yauma wulittu wa yauma amûtu wa yauma ub'atsu ḫayyâ
Yang mana memiliki arti: "Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa as) pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan hari aku dibangkitkan hidup (kembali)".
Selain itu alasan lainnya menurut Ja’far yang merupakan seorang Habib ini adalah demi menjaga hubungan baik antara umat muslim dengan umat non-muslim.
Sementara itu salah satu pihak yang menganggap kalau umat muslim tidak boleh mengucapkan Natal adalah Ustaz Adi Hidayat.
Menurut pandangannya, umat muslim yang mengucapkan Natal secara tidak mereka sadari, pada dasarnya telah mengakui adanya Tuhan selain Allah SWT.
Yang mana hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan prinsip ketuhanan dalam agama Islam yaitu: La ilaha illalah atau “Tida tuhan selain Allah.”
Selain itu pandangannya juga didasari oleh ayat ke-6 di dalam surat Al-Kafirun, Lakum dinukum wa liya din” yang memiliki makna: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Lalu setelah melihat adanya perbedaan pandangan tersebut, jadi bagaimana kita seharusnya bersikap di sini?
Kalau boleh kami memberikan masukan di sini, maka solusinya adalah lakukan saja apa yang kita yakini selama ini.
Apabila dari dulu sampai sekarang kita meyakini kalau tidak apa-apa atau boleh-boleh saja untuk mengucapkan selamat Natal, maka lakukanlah.
Sebaliknya jika kita meyakini bahwa pada dasarnya mengucapkan Selamat Natal itu tidak boleh, ya maka tidak masalah juga. Semoga pembahasan sekaligus penjelasannya ini bermanfaat.
Editor : Tomi Indra Priyanto