GARUT, iNewsIndramayu.id - Anak-anak yang menjadi korban guru cabul berinisial AS (50) di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, telah menjalani pemeriksaan darah dan urine. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Garut, Yayan Waryana, mengatakan, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memastikan apakah para korban terpapar penyakit menular seksual atau tidak.
">tes darah dan urine, untuk memastikan apakah terpapar penyakit menular seksual, HIV dan lainnya. Pemeriksaan dilakukan di RSUD dr Slamet Garut," kata Yayan Waryana, Jumat (2/6/2023).
Selain tes darah dan urine, P2KBP3A Garut saat ini berfokus pada pemulihan psikis para korban. "Memulihkan korban dan keluarga merupakan fokus saat ini. Bagaimana mengembalikan lagi rasa percaya dirinya, karena para korban ini harus melanjutkan pendidikannya," ujarnya.
Trauma healing, lanjutnya, dilakukan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Garut bersama UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) P2KBP3A Garut, dengan menghadirkan psikolog.
"Pada 24 Mei, UPTD PPA kami dan Unit PPA Polres Garut menggelar trauma healing yang diikuti oleh 44 orang, baik korban maupun keluarganya," ujarnya.
Ia pun mengungkapkan jika para korban sempat menjalani visum di RSUD dr Slamet Garut untuk kepentingan penyelidikan aparat kepolisian. Hasil visum itu, kata Yayan, diserahkan kepada Polres Garut.
Ia memastikan Pemerintah Kabupaten Garut akan melakukan pendampingan pada keluarga dan para korban dalam kasus ini. Sebelumnya, kasus pelecehan seksual oleh seorang guru mengaji berinisial AS itu mendapat perhatian serius dari Bupati Garut Rudy Gunawan.
Rudy Gunawan menilai perbuatan AS yang mencabuli belasan anak sebagai tindakan tidak normal. "Kasus ini berbeda dengan Herry Wirawan (pemerkosa santriwati yang telah divonis mati), justru tidak normal ini, rudapaksa dari laki-laki ke laki-laki yang lemah. Kasus begini mesti kita sikapi serius," kata Rudy Gunawan.
Menurut orang nomor satu di Garut ini, fenomena tindakan pencabulan terhadap anak sulit ditangani karena pada umumnya bersifat tersembunyi. "Baru terbuka setelah ada yang cerita," ujarnya.
Rudy Gunawan berharap aparat kepolisian dapat melindungi serta menjaga psikis belasan anak yang menjadi korban pencabulan guru AS. Ia mengimbau kepada siapa saja untuk tidak mengungkap identitas para korban.
"Jangan sampai si korban diolok-olok atau dibully di sekolahnya. Pelaku boleh saja diekspos atau diapa saja, tapi anak tolong dilindungi dan dirahasiakan," ungkapnya.
Seperti diketahui, perbuatan cabul yang dilakukan AS rata-rata menciumi bibir dan pipi, meraba-raba para korban, hingga memainkan serta menggesekan kemaluannya pada pantat korban. Mirisnya lagi, perbuatan itu disaksikan oleh anak-anak lain yang juga menjadi korban AS, di rumahnya kawasan Desa Sirnasari, Kecamatan Samarang.
"Belum diketahui apakah ada penetrasi atau tidak, karena kami masih menunggu hasil visum," ucap Kasat Reskrim Polres Garut AK Deni Nurcahyadi.
Untuk memuluskan aksinya, AS mengiming-imingi para korban sejumlah uang mulai nominal Rp2.000 hingga Rp5.000, serta memperbolehkan mereka meminjam handphone miliknya.
"Tersangka melarang korban memberitahukan perbuatan cabul itu kepada siapapun, dia mengancam akan mengincar siapa saja yang membocorkan perbuatannya," katanya. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait