GARUT, iNewsIndramayu.id - Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Patria Ginting, mendesak Bawaslu, KPU dan Pemerintah Kabupaten Garut mengusut kasus video viral petugas Satpol PP mendukung salah satu calon wakil presiden (Cawapres) dalam Pilpres 2024. Menurut dia, langkah penyelidikan yang menyeluruh dan transparan sangat diperlukan untuk memastikan apakah ada atau tidaknya aktor di belakang aksi pembuatan video tersebut.
"Seperti yang disampaikan Pak Mahfud, masa mereka seberani itu tanpa ada beking, kalau memang ada yang mendorong mereka, itu adalah orang yang bertanggung jawab. Akhirnya mereka diskors, kan kasihan. Harus didalami, karena Satpol PP baik honorer atau PNS, ada di undang-undang Pemda, tertulis, kemudian juga di kemendagri ada direktoratnya juga, khusus," kata Patria, saat menjadi narasumber di program iNewsRoom, Rabu (3/1/2024) malam.
Patria pun mengapresiasi langkah Satpol PP Kabupaten Garut dalam menindaklanjuti kasus video viral dan menjatuhkan sanksi kepada para petugas yang terlibat. Mulanya, Patria mengaku dirinya sempat meragukan video penyampaian dukungan dari para personel Satpol PP Kabupaten Garut itu.
"Kami Terima video itu di grup WA, kami pikir masa sih, apa bener temen-temen ada yang berani, mengenakan seragam Satpol PP berani menunjukan ketidaknetralannya. Namun kemudian di Pemda Garut menjatuhkan sanksi, berarti itu memang sebuah kesalahan," ujarnya.
"Mohon Bawaslu, KPU di Garut, dan Pemda di Garut, benar-benar ini ada PR tambahan karena kasus viral ini," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kasatpol PP Kabupaten Garut Usep Basuki Eko menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Bawaslu Kabupaten Garut terkait penanganan video viral anggotanya yang mendukung cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.
"Untuk pendalaman yang dilakukan, kami sudah koordinasi dengan Bawaslu. Bahwa hasil BAP dari keterangan para petugas yang terlibat sudah kami kirim ke Bawaslu," kata Basuki Eko.
Basuki Eko mengaku pihaknya telah menangani kasus pelanggaran kode etik personel Satpol PP sesuai dengan kapasitas dan aturan yang berlaku. Sidang kode etik yang digelar, kata dia, dilakukan secara internal karena para petugas dalam video viral itu berstatus sebagai pegawai non-ASN.
"Kami melakukan penanganan sesuai dengan kapasitas kami dan aturan. Bahwa sidang etik digelar secara internal karena mereka adalah pegawai honorer. Kalau status mereka adalah ASN, sidang kode etik akan dilakukan oleh BKD (Badan Kepegawaian Daerah)," paparnya. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait