Ironisnya, setiap bulan ia dipaksa menandatangani kwitansi penerimaan gaji, tetapi uang tersebut tidak pernah benar-benar diberikan oleh majikan.
Puncaknya terjadi pada Maret 2025, ketika keluarga L meminta hak gajinya untuk biaya sekolah adiknya. Bukannya membayarkan upah penuh selama 9 tahun, sang majikan hanya menyerahkan 1.000 dolar Singapura atau sekitar Rp12 juta.
Dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
Kondisi L semakin memprihatinkan. Pada Juli 2025, ia bahkan dibawa ke rumah sakit jiwa oleh orang kepercayaan majikan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia dirawat selama sebulan tanpa penjelasan yang jelas, lalu dipulangkan ke Indonesia begitu saja.
Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, pihak imigrasi menghubungi keluarganya untuk menjemput. Saat itu, kondisi L masih mengalami depresi ringan akibat tekanan fisik dan psikis selama bekerja.
Editor : Tomi Indra Priyanto
Artikel Terkait
