INDRAMAYU, iNewsIndramayu.id - Untuk mengatasi kekeringan di areal pesawahan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melakukan berbagai upaya seperti membangun sumur bor, irigasi perpompaan (Irpom), dan pompanisasi. Sumber air dari ketiga upaya tersebut berasal dari air bawah tanah dan air permukaan.
Plt. Kepala DKPP Kabupaten Indramayu, Sugeng Heryanto, melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan, Imam Mahdi mengatakan, sumur bor dan irpom merupakan solusi untuk mengatasi kekeringan area pesawahan prioritasnya di sawah tadah hujan (STH). Namun tidak menutup kemungkinan untuk mengakomodir lahan sawah irigasi teknis yang tidak kebagian air di daerah hilir irigasi sepanjang tahun. Sementara pompanisasi bersumber dari air permukaan.
“Program pembangunan sumur bor, irpom, dan pompanisasi bisa terlaksana dengan baik berkat kepedulian Bupati Indramayu, Ibu Nina Agustina dalam upaya mendukung dan mempertahankan daerah lumbung padi,” kata dia belum lama ini.
Imam merinci, pembagunan sumur bor dengan sumber air tanah dangkal atau tanah dalam (submersible), sumber dana APBD, DAK, fungsinya untuk memanfaatkan air di dalam tanah ditarik dengan mesin pompa submersible dan digunakan untuk mengairi areal persawahan. Baik persiapan olah tanah, tanam, pemeliharan tanam hingga panen atau bisa juga guna penyelamatan areal yang sudah kering.
Sumur bor dan irpom dengan sumber air bawah tanah itu, sambung dia, solusi pemerintah dan dibangun di lahan STH di Kecamatan Gantar, Kroya, Terisi, Cikedung plus lahan Perhutani, dengan kedalaman 0-60 meter. Dalam pembangunan itu, ada swadaya masyarakat untuk mencapai tanah dalam di atas 60 meter.
Ia tidak menampik kondisi saat ini sangat ekstrem dan banyak areal pesawahan kekeringan. Hal itu, kata dia, karena proses tanam padi di musim tanam (MT) II atau Gadu mundur di bulan Juli. Kenapa mundur? Karena MT I (rendeng) juga mundur. MT I 2023-2024 dimulai di bulan Maret, seharusnya di bulan Desember-Maret dan April tanam lagi untuk MT II.
“Eksistingnya, MT I dimulai Maret-Juni dan Juli mulai MT II. Saat itu ada yang selesai tanam, baru tanam. Jadi MT 2 berhadapan dengan musim kemarau. Ini berisiko tinggi bagi kelangsungan tanaman padi, karena kekurangan air terutama di daerah hilir. Meski tanaman padi bukan tanaman air namun membutuhkan air,” ucap Imam.
Menurutnya, ekstra cepat penyelamatan lahan kekeringan selain sumur bor juga ada pompanisasi. Pompanisasi menggunakan sumber air permukaan (sungai). Jumlah sebelumnya ada 799 unit tersebar di kelompok tani dan sekarang ditambah lagi, sehingga menjadi 900 unit.
Dari jumlah 900 itu, disebar dan dikelola dengan sistem brigade (pinjam pakai) dan hibah. Brigade melalui Kodim 0616 ada 495 unit dan 100 unit brigade dinas dan ditempatkan di BPP dan sisanya pola hibah ke poktan. Itu lebih cepat karena ketika ada air langsung dipompa untuk mengairi areal pesawahan yang kekeringan.
Lantas apa bedanya sumur bor dan Irpom? Imam menjelaskan, sumur bor dilengkapi rumah pompa dengan mesin submersible, namun tanpa bak penampung dan pipa. Sementara irpom selain ada rumah pompa juga dilengkapi pipa baik pipa pengambil maupun pipa penyaluran, kemudian disediakan bak penampung untuk pembagi air. Irpom jumlahnya ada 118 unit.
“Sumber pendanaan untuk pengadaan sumur-sumur pertanian dari APBD dan DAK. Prosesnya kalau APBD melalui pihak ketiga (kontraktor) dan DAK (APBN Kementan) dikerjakan secara swakelola,” sebutnya.
Masih kata Imam, irpom menjawab mengatasi kekeringan atau menyelamatkan lahan sawah, prioritasnya lahan tadah hujan tapi bisa juga dibangun di lahan sawah sistem irigasi teknis tetapi sepanjang tahun tidak kebagian air, contoh wilayah Kecamatan Krangkeng. Di Kecamatan Krangkeng dibangun dengan memanfaatkan sumber air Sungai Kumpulkuista dan wilayah lainnya di DAS Cimanuk, DAS Citarum, dan lainnya.
"Irpom ada dua tipe berdasarkan sumber airnya, dari sumber air permukaan dan sumber air bawah tanah. Selain dari 118 titik sekarang ditambah 126 titik, lagi proses dan sudah CPCL, sudah diverifikasi tim teknis termasuk minta bantuan dari temen-temen PSDA, BBWS terkait titik yang bisa dipasang irpom. Setidaknya di November 2024 sudah selesai," jelasnya.
“Upaya pemerintah luar biasa memberikan solusi untuk mengantisipasi kekeringan terkait dengan air irigasi yang terbatas,” tambahnya.
Menyinggung wilayah Kecamatan Kandanghaur selalu kekeringan meski ada di daerah irigasi teknis, kata Imam, karena Kandanghaur berada di daerah hilir Saluran Induk Cipelang Barat dan hilir Daerah Irigasi Bendung Salamdarma yang dikelola PJT II Patrol, dan air tidak sampai daerah hilir. Ini yang diprotes petani Kandanghaur karena masuk lahan irigasi teknis yang seharusnya duduk manis, namun mereka harus susah payah melakukan pompa meski pada akhirnya kehabisan air juga.
Menurut dia, Kandanghaur MT I memanfaatkan air hujan, tetapi di MT II harus pompa kalau ada air. Kalau tidak ada tidak bisa tanam.
Ia menambahkan, untuk MT I 2024-2025 diupayakan adanya pola percepatan tanam sehingga MT I bisa di bulan November dan MT II maju lagi pada kisaran bulan April. Kalau percepatan pola tanam sesuai target maka akan ada MT III dan MT III menggunakan alat-alat tersebut untuk menarik air. (*)
Editor : Tomi Indra Priyanto