6 Fakta Perusahaan Asal Garut Diduga Lakukan TPPO Sejak 2017

Fani Ferdiansyah
Wakapolres Garut Kompol Yopy Mulawan Suryawibawa (tengah) menunjukan sejumlah barang bukti kasus TPPO modus mengirimkan ABK bekerja ke luar negeri, Senin (19/6/2023).

GARUT, iNewsIndramayu.id - PT Raya Mulya Bahari (RMB), perusahaan asal Garut yang diduga terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), telah memberangkatkan ratusan orang ke luar negeri sejak beroperasi pada 2017 lalu. Ratusan orang yang diberangkatkan perusahaan tersebut terdiri dari 99 orang ke negara Fiji dan 25 orang ke Afrika Selatan. 

Ratusan orang itu dipekerjakan sebagai anak buah kapal (ABK) di negara tujuan. Pemilik perusahaan, yaitu R (41), telah ditetapkan sebagai tersangka utama kasus TPPO di Garut, karena perusahaannya tak mengantongi izin merekrut dan menempatkan orang sebagai ABK. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari aparat Polres Garut, R setiap bulan meraup keuntungan sebesar Rp53,9 juta dari sejumlah orang yang masih bekerja sebagai ABK di luar negeri. Selain itu, ia juga kerap mengantongi keuntungan lain dari pemotongan gaji orang-orang yang masih bekerja. 

"Dalam menjalankan aksi dugaan TPPO, R dibantu oleh AS (26) dan M (23). Dua orang ini berperan membantu R seperti mencarikan calon korban dan menyiapkan segala administrasi yang diperlukan,">Wakapolres Garut Kompol Yopy Mulyawan Suryawibawa, Selasa (20/6/2023). 

Ia pun membeberkan sejumlah fakta di kasus dugaan TPPO yang nyaris memberangkatkan 10 orang pria sebagai ABK ke negara Fiji dan Afrika Selatan. Berikut sejumlah fakta kasus dugaan TPPO modus memberangkatkan ABK ke luar negeri. 

1. Potong Gaji 4 Sampai 7 Bulan Pertama
Warga yang bekerja ke luar negeri sebagai ABK melalui perusahaannya akan mengalami potongan gaji selama empat hingga tujuh bulan pertama. 

2. Gaji Dipotong US$100 per Bulan
Besaran gaji yang dipotong yaitu sebesar US$100 atau Rp1,5 juta jika disesuaikan dengan kurs saat ini. Dari keterangan tersangka, potongan gaji US$100 tiap bulan ini diberlakukan jika calon ABK yang diberangkatkan tidak memiliki biaya untuk memenuhi sejumlah persyaratan seperti membayar medical check up, sertifikat Basic Safety Training (BST), buku pelaut (Seaman's Book), hingga paspor. 

3. ABK Tak Punya Keahlian
"Para calon ABK akan dibuatkan medical check up, sertifikat, hingga paspor secara unprosedural oleh PT Raya Mulya Bahari. Sehingga para calon ABK ini tidak memiliki keahlian atau kemampuan saat bekerja di kapal," ujarnya. 

4. Medical Check Up Tak Dilakukan di RS yang Ditunjuk Pemerintah
Pelaksanaan medical check up tidak dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk pemerintah karena PT Raya Mulya Bahari tak memiliki izin mengirimkan pekerja ke luar wilayah Indonesia. Begitupula asuransi keselamatan jiwa, para ABK yang diberangkatkan tidak akan memilikinya. 

5. Gaji Dikelola PT RMB
Sistem penggajian untuk ABK dari agensi yang mempekerjakan mereka diterima melalui PT Raya Mulya Bahari. "Sehingga PT Raya Mulya Bahari yang mengelola gaji ABK selama bekerja," ucapnya. 

6. Denda US$1.000 Bagi ABK Batal ke Luar Negeri
Apabila calon ABK membatalkan untuk keberangkatan ke luar negeri, maka ia akan dikenakan denda sebesar US$1000, atau Rp15 juta. Sejak pertama kali beroperasi, perusahaan yang dipimpin R tidak memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (Siuppak). 

Seperti diketahui, perusahaan yang dipimpin R itu hanya mengantongi akta notaris terkait pendirian PT Raya Mulya Bahari, nomor induk berusaha terkait aktivitas penyeleksian dan penempatan tenaga kerja dalam negeri, hingga surat pengesahan badan hukum perseroan terbatas. 

PT Raya Mulya Bahari berlokasi di Perum Jasmine Cluster Blok C No 3 RT01 RW10, Desa Tanjungkamuning, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut. Di lokasi tersebut polisi menangkap ketiga tersangka, berikut 10 calon korban yang akan diberangkatkan sebagai ABK ke luar negeri. 

"Perusahaan tidak memiliki Siuppak akibatnya para korban yang akan berangkat ke luar negeri hanya diberi visa kunjungan, bukan visa bekerja," ujarnya. 

Kondisi tersebut, lanjutnya, akan merugikan para korban di kemudian hari. Sebab jika para pekerja terlibat masalah saat bekerja di luar negeri, perusahaan tidak akan bertanggung jawab terkait keamanan dan keselamatan mereka. 

"10 calon korban dalam kasus ini berasal dari luar Garut, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan daerah lain. Semuanya laki-laki karena akan dipekerjakan sebagai ABK pada kapal penangkap ikan," ucapnya. 

Beberapa dari mereka, telah menginap di alamat perusahaan antara tiga hingga tujuh hari. Dari TKP tersebut polisi mangamankan sejumlah barang bukti mulai dari komputer PC, paspor para calon korban yang telah dibuat, buku pelaut, sertifikat keterampilan para calon korban, berkas perjanjian kontrak kerja, slip gaji, tiket para calon korban, dan sejumlah dokumen perusahaan lain. 

"Ketiga tersangka melanggar Pasal 10 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang TPPO juncto Pasal 53 UU RI No 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia. Ancaman hukumannya minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara," sebut Wakapolres Garut. (*) 

Editor : Tomi Indra Priyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network